SINYAL ‘WARNING’ DARI YUSRIL
UNTUK PEMERINTAHAN SBY
Oleh :
Yustinus Farid S, S.IP, MPA
(Dosen Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Riau Kepulauan)
Yusril Ihza Mahaendra memang dikenal oleh masyarakat pada umumnya sebagai
politikus Partai Bulan Bintang. Ini tak lain dia adalah seorang pendiri partai
yang berlambang bulan sabit dan bintang diatasnya. Namun, tak banyak masyarakat
mengenal dia sebagai pakar hukum tata Negara. Yusril memang telah banyak makan
asam garam di bidang hukum dan birokrasi Indonesia, karena dia aktif sebagai
pejabat Negara dibawah kepemimpinan lima presiden yaitu Soeharto, BJ Habibie,
Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, dan Susilo Bambang Yudhoyono jilid
I. Itulah Yusril, pria kelahiran Lalang, Manggar, Belitung Timur, 5 Februari
1956 ini pernah menjabat Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (26 Agustus
2000 - 7 Februari 2001), Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Kabinet Gotong
Royong (Agustus 2001 - 2004). Terakhir, dia menjadi Menteri Sekretaris Negara
Kabinet Indonesia Bersatu (20 Oktober 2004 - 2007).
Sekarang ketokohan dia walau bukan
sebagai pejabat Negara, tapi mampu membuat mata masyarakat Indonesia tercengang dengan
berbagai kemenangannya ‘melawan’ pemerintah dalam berbagai kasus. Yusril
berhasil mengalahkan SBY dalam kasus Jaksa Agung Ilegal Hendarman Supandji dan
pelantikan Plt Gubernur Bengkulu Ilegal menggantikan Agusrin Nadjamuddin. Dan
sekarang dia berhasil ‘memukul’ kembali pemerintah khususnya Presiden SBY
terkait penghentian kasus proyek Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum)
yang tak lain dia sebagai tersangka.
Pada kemenangan pertama, dia
menggugat keabsahan Hendarman Supandji sebagai jaksa agung pada pertengahan
2010. Ia merujuk pada Pasal 19 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
Agung Republik Indonesia, yang menyatakan Jaksa Agung adalah pejabat negara
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Pada pengumuman Kabinet Indonesia
Bersatu II 21 Oktober 2009, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memutuskan
Jaksa Agung tetap Hendarman. Presiden belum melakukan pergantian. Menurut
Yusril, jabatan Hendarman berakhir ketika Kabinet Indonesia Bersatu resmi
dibubarkan atau periode 2004-2009. Sebab, jaksa agung bagian dari kabinet yang
usia jabatannya sama dengan usia jabatan Presiden yang memilihnya, yaitu lima tahun.(sumber:inilah.com) Pada 22 September
2010, Mahkamah Konstitusi memutuskan Hendarman tidak lagi menjadi Jaksa Agung
yang sah, sejak pukul 14.35 WIB. Pada tanggal 24 September 2010, Presiden
mengakhiri perdebatan dengan mengeluarkan keputusan presiden yang
memberhentikan Hendarman.
Pada kasus kedua, Yusril Ihza Mahendra berhasil memaksa Presiden SBY dan
Mendagri menunda pencopotan gubernur Bengkulu. Bahkan untuk kasus ini, Presiden
SBY legowo dan siap melaksanakan putusan pengadilan serta mengundang khusus
Yusril ke kediamannya di Cikeas untuk menerima masukan dari Yusril Ihza
Mahendra.
Kemenangan Yusril yang terbaru adalah kasus siminbakum. Dalam kemenangan
ini merupakan sinyal bahaya bagi pemerintahan SBY, khususnya dengan keteledoran
dalam mengeluarkan kebijakan. Dengan kejadian ini, menunjukkan bahwa kebijakan
yang dikeluarkan pemerintah “kurang” memiliki kekuatan hukum dan terkesan
dipaksakan. Dan Yusril-lah yang telah membuka mata masyarakat.
Dalam waktu dekat, Yusril akan melakukan gugatan kembali dengan mewakili
LSM Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat) atas grasi terhadap terpidana
narkoba asal Australia
ke PTUN. Selain itu Yusril juga sudah melakukan gugatan terhadap pemerintah
yaitu mengenai posisi wakil menteri dan kebijakan kenaikan bahan bakar minyak
(BBM), dan sudah banyak pakar dan ahli yang dihadirkan untuk kedua kasus ini.
Dinamika pemerintahan saat ini sangat menarik dan mengalami babak baru,
dimana pemerintah telah dibuat ‘malu’ oleh warganya, terkhusus Presiden SBY
sebagai pemimpin telah dipermalukan oleh mantan bawahannya sendiri. Kemenangan
demi kemenangan Yusril dalam menggugat pemerintah membuat semakin menurunnya
tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan SBY. Dan bisa juga akan
muncul ‘yusril-yusril’ yang lain untuk melakukan gugatan kepada pemerintah.
Atau bahkan menimbulkkan ketidakpercayaan yang besar terhadap kebijakan yang
dikeluarkan pemerintah dan masyarakat tidak mau melaksanakan kebijakan yang
dikeluarkan. Karena yang tertanam saat ini di masyarakat adalah kebijakan yang
dikeluarkan pemerintah hanya asal-asalan dan dipaksakan untuk ada, padahal
kekuatan hukumnya masih kurang.
Bisa dibayangkan jika masyarakat sudah tidak percaya lagi kepada
Pemerintahnya sendiri, maka kejadian tahun 1966 atau 1998 akan terulang
kembali. Untuk itu pemerintah diharapkan mengambil sikap untuk membuat
masyarakat percaya kembali pada pemerintah dan melakukan evaluasi ketika
sebelum mengeluarkan kebijakan harus dilakukan pembahasan yang mendalam, teliti
dan saksama. Dengan kasus ini memang ada dua hal yang bisa diperoleh, pertama
menunjukkan kepada kita semua bahwa hukum tidak selalu memihak pemerintah atau
pihak yang kuat dan berkuasa, kedua, merupakan sinyal bahaya bagi
pemerintahan SBY terkait dengan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintah, jika tidak segera diambil langkah evaluasi maka pemerintahan SBY
tidak sampai 2014.
*Batam,
2 Juni 2012, 11.30 wib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar