Rabu, 04 Juli 2012

Harus Bijak


PEMEKARAN JANGAN MENJADI TREND
Oleh
Yustinus Farid Setyobudi, S.IP, MPA[1]
               
Sejak orde reformasi, pelaksanaan otonomi daerah diharapkan mampu menjadikan daerah lebih maju dan pelayanan pemerintah kepada masyarakat lebih efektif dan efisien. Pemerintah daerah diberikan hak dan kewenangan untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri, sehingga dapat mengurangi sentralistik yang ada di pemerintah pusat. Dengan adanya Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, semakin menunjukkan bahwa pemerintah pusat ingin menjadikan daerah sebagai ujung tombak sistem pemerintahan.
            Selain pelimpahan kewenangan urusan pemerintahan dari pusat ke daerah yang diatur dalam UU 32/2004, UU tersebut juga membuka kran kepada daerah tentang pemekaran daerah, baik pada tingkat propinsi, tingkat kabupaten/kota, maupun tingkat kecamatan. Dengan harapan pelayanan kepada masyarakat lebih efisien dan efektif, karena administrasi pemerintah lebih terjangkau jaraknya oleh pemerintah dan tidak memakan waktu yang lama.
            Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, pemekaran daerah yang terjadi di Indonesia sejak orde reformasi telah terbentuk 205 daerah otonom baru, yaitu 7 provinsi, 164 kabupaten, dan 34 kota. Ada 524 daerah otonom saat ini terdiri atas 33 provinsi, 398 kabupaten, dan 93 kota. Persyaratan pembentukan daerah telah diatur dalam PP N0.129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah selanjutnya diganti dengan PP 78 Tahun 2007 tentang hal yang sama. Persyaratan yang diatur dalam kedua PP ini sebetulnya cukup ketat, tetapi dalam satu dasawarsa terakhir usulan pemekaran cenderung tidak terkendali.
BATAM DITENGAH PEMEKARAN WILAYAH
            Dengan adanya rencana pemekaran wilayah di Batam, yaitu dengan pemekaran Kecamatan yang dulu hanya 12 akan menjadi 21 Kecamatan menimbulkan berbagai reaksi di masyarakat, khususnya di kalangan akademisi. Secara menyeluruh ini merupakan kemajuan bagi Batam sebagai daerah yang baru berkembang, namun disisi lain akan menjadikan tanda tanya besar bagi Pemerintah Kota Batam. Tanda tanya itu adalah sanggup tidak dalam pemekaran ini baik secara finansial maupun administrasi ditanggung oleh Pemerintah Kota Batam dengan APBDnya. Jangan sampai dengan pemekaran yang rencana awalnya adalah untuk lebih mengefektifkan pelayanan kepada masyarakat, bisa berubah menjadi beban bagi Pemerintah Kota Batam dibelakang besok.
            Melihat kondisi Batam saat ini memang membutuhkan pelayanan yang cepat kepada masyarakat, belum lagi predikat yang disandang bahwa Batam salah satu daerah dengan pembangun peradaban manusia. Artinya Batam memiliki daya tarik bagi masyarakat dari luar Batam untuk mengadu nasib di “Pulau Kalajengking” ini. Jika penduduk Batam semakin bertambah maka secara tidak langsung pelayanan yang akan dituntut masyarakat akan bertambah dalam kuantitasnya. Misalnya di kecamatan yang biasanya hanya melayani 100 orang dalam pengurusan dokumen/perizinan dalam berbagai bentuk, maka bisa jadi akan bertambah 2 kali lipat jumlah orang dalam per harinya jika penduduk di Batam semakin bertambah.
            Namun semua itu seharusnya menjadi perhatian bagi Pemerintah Kota Batam, khususnya Walikota, bahwa yang dibutuhkan Batam saat ini bukan pemekaran wilayah. Sampai detik ini, dengan 12 Kecamatan saja secara keseluruhan ternyata birokrasi pemerintah masih bisa memberikan pelayanan masyarakat dengan baik. Seharusnya yang menjadi perhatian Pemerintah Kota adalah pelayanan yang diberikan dalam dunia pendidikan. Sebagai contoh masih banyak siswa yang tinggal di pulau-pulau yang berada diluar daratan Batam yang harus berangkat ke sekolah harus dengan melepas sepatunya, kemudian setelah menyebrang dari pulau tempat dia tinggal dan sampai di daratan, baru mereka memakai sepatunya karena takut basah atau kotor, serta tak jarang dari mereka menggunakan sepatunya di depan sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah kota masih belum fokus terhadap apa yang menjadi prioritas dalam pemngembangan Batam kedepannya. Untuk akses menuju sekolah saja, para pelajar harus berjuang ekstra agar bisa sampai disekolah. Yang lebih memprihatinkan lagi adalah sarana angkutan umum untuk para pelajar, di wilayah Barelang dan Punggur misalnya, masih banyak siswa yang harus berjalan kaki untuk menuju ke sekolah, tidak jarang mereka mencari tumpangan mobil pribadi untuk bisa sampai disekolah karena minimnya angkutan umum. Hal itu tidak akan terjadi apabila di daerah Barelang dan Punggur diberi fasilitas angkutan yang khusus untuk pelajar dan tanpa memungut biaya (gratis).
             Saat ini seharusnya Pemerintah Kota Batam sudah mulai memetakan mana yang menjadi prioritas dalam pembangunan untuk Batam kedepannya. Batam mau menjadi Kota Pariwisata, atau Batam mau menjadi Kota Pendidikan, maupun Batam mau menjadi Kota Industri, dan atau Batam mau menjadi Kota Budaya Melayu, sehingga Batam akan memiliki kekhasan atau nilai lebih seperti daerah-daerah lain di Indonesia, misalnya Malang Kota Apel, Jogja Kota Gudeg, Pekalongan Kota Batik, dan sebagainya.

*Batam,Senin, 19 Desember 2011                    


[1] Dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Riau Kepulauan (UNRIKA) Batam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar