PEMEKARAN JANGAN MENJADI TREND
Oleh
Yustinus Farid
Setyobudi, S.IP, MPA[1]
Sejak orde reformasi,
pelaksanaan otonomi daerah diharapkan mampu menjadikan daerah lebih maju dan
pelayanan pemerintah kepada masyarakat lebih efektif dan efisien. Pemerintah
daerah diberikan hak dan kewenangan untuk mengatur urusan rumah tangganya
sendiri, sehingga dapat mengurangi sentralistik yang ada di pemerintah pusat.
Dengan adanya Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
semakin menunjukkan bahwa pemerintah pusat ingin menjadikan daerah sebagai
ujung tombak sistem pemerintahan.
Selain
pelimpahan kewenangan urusan pemerintahan dari pusat ke daerah yang diatur
dalam UU 32/2004, UU tersebut juga membuka kran kepada daerah tentang pemekaran
daerah, baik pada tingkat propinsi, tingkat kabupaten/kota, maupun tingkat
kecamatan. Dengan harapan pelayanan kepada masyarakat lebih efisien dan
efektif, karena administrasi pemerintah lebih terjangkau jaraknya oleh
pemerintah dan tidak memakan waktu yang lama.
Berdasarkan
data Kementerian Dalam Negeri, pemekaran daerah yang terjadi di Indonesia sejak
orde reformasi telah terbentuk 205 daerah otonom baru, yaitu 7 provinsi, 164
kabupaten, dan 34 kota. Ada 524 daerah otonom saat ini terdiri atas 33
provinsi, 398 kabupaten, dan 93 kota. Persyaratan pembentukan daerah telah
diatur dalam PP N0.129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria
Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah selanjutnya diganti dengan PP 78
Tahun 2007 tentang hal yang sama. Persyaratan yang diatur dalam kedua PP ini
sebetulnya cukup ketat, tetapi dalam satu dasawarsa terakhir usulan pemekaran
cenderung tidak terkendali.
BATAM
DITENGAH PEMEKARAN WILAYAH
Dengan
adanya rencana pemekaran wilayah di Batam, yaitu dengan pemekaran Kecamatan yang
dulu hanya 12 akan menjadi 21 Kecamatan menimbulkan berbagai reaksi di
masyarakat, khususnya di kalangan akademisi. Secara menyeluruh ini merupakan
kemajuan bagi Batam sebagai daerah yang baru berkembang, namun disisi lain akan
menjadikan tanda tanya besar bagi Pemerintah Kota Batam. Tanda tanya itu adalah
sanggup tidak dalam pemekaran ini baik secara finansial maupun administrasi ditanggung
oleh Pemerintah Kota Batam dengan APBDnya. Jangan sampai dengan pemekaran yang
rencana awalnya adalah untuk lebih mengefektifkan pelayanan kepada masyarakat,
bisa berubah menjadi beban bagi Pemerintah Kota Batam dibelakang besok.
Melihat
kondisi Batam saat ini memang membutuhkan pelayanan yang cepat kepada
masyarakat, belum lagi predikat yang disandang bahwa Batam salah satu daerah
dengan pembangun peradaban manusia. Artinya Batam memiliki daya tarik bagi masyarakat
dari luar Batam untuk mengadu nasib di “Pulau Kalajengking” ini. Jika penduduk
Batam semakin bertambah maka secara tidak langsung pelayanan yang akan dituntut
masyarakat akan bertambah dalam kuantitasnya. Misalnya di kecamatan yang
biasanya hanya melayani 100 orang dalam pengurusan dokumen/perizinan dalam
berbagai bentuk, maka bisa jadi akan bertambah 2 kali lipat jumlah orang dalam
per harinya jika penduduk di Batam semakin bertambah.
Namun
semua itu seharusnya menjadi perhatian bagi Pemerintah Kota Batam, khususnya
Walikota, bahwa yang dibutuhkan Batam saat ini bukan pemekaran wilayah. Sampai
detik ini, dengan 12 Kecamatan saja secara keseluruhan ternyata birokrasi
pemerintah masih bisa memberikan pelayanan masyarakat dengan baik. Seharusnya
yang menjadi perhatian Pemerintah Kota adalah pelayanan yang diberikan dalam
dunia pendidikan. Sebagai contoh masih banyak siswa yang tinggal di pulau-pulau
yang berada diluar daratan Batam yang harus berangkat ke sekolah harus dengan
melepas sepatunya, kemudian setelah menyebrang dari pulau tempat dia tinggal
dan sampai di daratan, baru mereka memakai sepatunya karena takut basah atau
kotor, serta tak jarang dari mereka menggunakan sepatunya di depan sekolah. Hal
ini menunjukkan bahwa pemerintah kota masih belum fokus terhadap apa yang
menjadi prioritas dalam pemngembangan Batam kedepannya. Untuk akses menuju
sekolah saja, para pelajar harus berjuang ekstra agar bisa sampai disekolah.
Yang lebih memprihatinkan lagi adalah sarana angkutan umum untuk para pelajar,
di wilayah Barelang dan Punggur misalnya, masih banyak siswa yang harus
berjalan kaki untuk menuju ke sekolah, tidak jarang mereka mencari tumpangan
mobil pribadi untuk bisa sampai disekolah karena minimnya angkutan umum. Hal
itu tidak akan terjadi apabila di daerah Barelang dan Punggur diberi fasilitas
angkutan yang khusus untuk pelajar dan tanpa memungut biaya (gratis).
Saat ini seharusnya Pemerintah Kota Batam
sudah mulai memetakan mana yang menjadi prioritas dalam pembangunan untuk Batam
kedepannya. Batam mau menjadi Kota Pariwisata, atau Batam mau menjadi Kota
Pendidikan, maupun Batam mau menjadi Kota Industri, dan atau Batam mau menjadi
Kota Budaya Melayu, sehingga Batam akan memiliki kekhasan atau nilai lebih seperti
daerah-daerah lain di Indonesia, misalnya Malang Kota Apel, Jogja Kota Gudeg,
Pekalongan Kota Batik, dan sebagainya.
*Batam,Senin, 19 Desember 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar