Rabu, 04 Juli 2012

Pelajaran Berharga

Ini adalah sebuah cerita yang pernah aq alami sekitar 2 tahun lalu di kota Jogja,,,,
Sebuah cerita yang memberikan gambaran kepada saya mengenai kehidupan dan solidaritas terhadap teman...dan pelajaran itu justru saya dapatkan dari seorang anak jalanan yang usianya jauh dibawah saya...cerita ini saya tulis dengan Judul "Antara Solidaritas dan Permainan Uno"


ANTARA SOLIDARITAS DAN PERMAINAN UNO

Senin, 14 Juni 2010
Sore itu tim yang dipimpin oleh saudara Cua mulai bergerak ke suatu lokasi, dimana lokasi tersebut yang menjadi salah satu titik dalam menjalankan misi sosial. Sesampai di tempat itu, tepatnya di perempatan Jetis, tim yang terdiri dari saudara Cua, Sisil, Tri, Nurlita, dan Ayik mulai mencari target, yaitu dua anak yang bernama Yogi dan Preto. Kedua anak ini merupakan anak yang kesehariannya berada dijalanan, walau kadang mereka pulang kerumah, tapi waktunya banyak dihabiskan dijalanan.
Tetapi awalnya tim hanya menemukan Yogi di sebuah warung yang tak jauh dari lokasi. Setelah diajak oleh saudara Cua, Yogi diperkenalkan oleh semua anggota tim. Dalam perkenalan itu, datanglah saudara Andre, sehingga bertambahlah anggota tim ini. Sehabis berkenalan dengan Sisil, Tri, Nurlita, dan Ayik, mulailah misi sosial dilakukan, yaitu pendampingan terhadap anak jalanan.
Yogi, si anak ceria itu mulai diajak belajar oleh tim, awalnya di suruh menggambar, kemudian disuruh menceritakan gambar tersebut. Dia menggambar gunung, yang diibaratkan Gunung Merapi. Ketika saat Yogi menggambar dan bercerita, datanglah saudara Mala dan temannya. Semakin rame sore itu, yang awalnya tim hanya berlima jadi bertambah menjadi delapan orang.
Saudara Mala membawa kabar bahwa melihat Preto berjalan menuju kearah tim dan Yogi. Karena di lokasi yang pertama, yaitu di sebuah warung Burjo, tidak cukup untuk melakukan kegiatan, semua anggota tim dan Yogi bergerak ke halaman sekolah, SMP Negeri 6 yang menjadi tempat untuk melakukan kegiatan selanjutnya. Sesampai di halaman  sekolah, tim melanjutkan pendampingan terhadap mereka, kali ini Yogi tidak sendiri, tetapi sudah ada sahabatnya yaitu Preto si anak yang pendiam tapi memiliki rasa solidaritas terhadap teman yang tinggi.
Yogi yang masih dengan semangat belajar, dia terus melanjutkan belajarnya dengan mengisi teka-teki silang (TTS) yang dibawa oleh saudara Mala. Lain halnya dengan Preto, sore itu dia tidak ada kemauan untuk belajar. Karena hatinya sedang kacau, dia sedang emosi. Preto yang memiliki rasa solidaritas yang tinggi, ingin membalas perlakuan yang dilakukan salah seorang anak kampung daerah Jetis terhadap temannya yang bernama Herman. Yang sore itu, kebetulan ada anak-anak kampung Jetis main bola di halaman sekolah itu juga. Memang tiap sore anak-anak kampung Jetis main bola di sekolah itu. Akan tetapi anak yang dicari oleh Preto tidak datang main bola.
Hati Preto masih dilanda emosi, dia terus mencari anak itu, sesekali dia pergi ke jalan tapi memang sore itu anak yang dicari tidak datang main bola. Preto dengan sorot matanya penuh dengan emosi terus menatap anak-anak Jetis yang main bola. Yang lebih mengagetkan lagi, ternyata Preto telah menyembunyikan suatu benda yang diselipkan di celananya. Ketika ditanya oleh saudara Andre, ternyata benda itu memang sengaja dibawa untuk memukul anak yang telah melakukan pemukulan terhadap temannya yang bernama Herman.
Semua anggota tim kaget dengan apa yang sedang dialami oleh Preto, tim tidak ingin Preto melakukan hal yang bisa menambah masalah lagi buat dirinya. Semua anggota tim fokus kepada Preto, karena ingin meredam emosi dia. Sedangkan Yogi si anak ceria itu masih asyik dengan kegiatannya belajar sekaligus mengisi TTS dengan didampingi oleh saudara Mala.
Akhirnya untuk mengalihkan perhatian dan meredam emosi Preto, saudara Cua mengeluarkan kartu UNO untuk bermain. Semua larut dalam permainan UNO ini, apalagi dengan teriakan “UNO!!!” semakin membuat semangat bertambah. Preto yang raut mukanya kusut, jadi ceria dan tertawa lepas, bahkan dia juga bersikap jail yaitu dengan alasan menata kartu yang sudah dibuat bermain tapi dia juga mengambil kartu itu agar kartunya lengkap dengan maksud dia bisa menang.
Ternyata permainan UNO tersebut mampu mengalahkan emosi dari seorang yang mempunyai rasa solidaritas terhadap teman yang tinggi. Sore itu ditutup dengan lagu Armada yang berjudul “Mau Dibawa Kemana” yang dinyanyikan Yogi dengan kencrung kesayangannya.  
 

Harus Bijak


PEMEKARAN JANGAN MENJADI TREND
Oleh
Yustinus Farid Setyobudi, S.IP, MPA[1]
               
Sejak orde reformasi, pelaksanaan otonomi daerah diharapkan mampu menjadikan daerah lebih maju dan pelayanan pemerintah kepada masyarakat lebih efektif dan efisien. Pemerintah daerah diberikan hak dan kewenangan untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri, sehingga dapat mengurangi sentralistik yang ada di pemerintah pusat. Dengan adanya Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, semakin menunjukkan bahwa pemerintah pusat ingin menjadikan daerah sebagai ujung tombak sistem pemerintahan.
            Selain pelimpahan kewenangan urusan pemerintahan dari pusat ke daerah yang diatur dalam UU 32/2004, UU tersebut juga membuka kran kepada daerah tentang pemekaran daerah, baik pada tingkat propinsi, tingkat kabupaten/kota, maupun tingkat kecamatan. Dengan harapan pelayanan kepada masyarakat lebih efisien dan efektif, karena administrasi pemerintah lebih terjangkau jaraknya oleh pemerintah dan tidak memakan waktu yang lama.
            Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, pemekaran daerah yang terjadi di Indonesia sejak orde reformasi telah terbentuk 205 daerah otonom baru, yaitu 7 provinsi, 164 kabupaten, dan 34 kota. Ada 524 daerah otonom saat ini terdiri atas 33 provinsi, 398 kabupaten, dan 93 kota. Persyaratan pembentukan daerah telah diatur dalam PP N0.129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah selanjutnya diganti dengan PP 78 Tahun 2007 tentang hal yang sama. Persyaratan yang diatur dalam kedua PP ini sebetulnya cukup ketat, tetapi dalam satu dasawarsa terakhir usulan pemekaran cenderung tidak terkendali.
BATAM DITENGAH PEMEKARAN WILAYAH
            Dengan adanya rencana pemekaran wilayah di Batam, yaitu dengan pemekaran Kecamatan yang dulu hanya 12 akan menjadi 21 Kecamatan menimbulkan berbagai reaksi di masyarakat, khususnya di kalangan akademisi. Secara menyeluruh ini merupakan kemajuan bagi Batam sebagai daerah yang baru berkembang, namun disisi lain akan menjadikan tanda tanya besar bagi Pemerintah Kota Batam. Tanda tanya itu adalah sanggup tidak dalam pemekaran ini baik secara finansial maupun administrasi ditanggung oleh Pemerintah Kota Batam dengan APBDnya. Jangan sampai dengan pemekaran yang rencana awalnya adalah untuk lebih mengefektifkan pelayanan kepada masyarakat, bisa berubah menjadi beban bagi Pemerintah Kota Batam dibelakang besok.
            Melihat kondisi Batam saat ini memang membutuhkan pelayanan yang cepat kepada masyarakat, belum lagi predikat yang disandang bahwa Batam salah satu daerah dengan pembangun peradaban manusia. Artinya Batam memiliki daya tarik bagi masyarakat dari luar Batam untuk mengadu nasib di “Pulau Kalajengking” ini. Jika penduduk Batam semakin bertambah maka secara tidak langsung pelayanan yang akan dituntut masyarakat akan bertambah dalam kuantitasnya. Misalnya di kecamatan yang biasanya hanya melayani 100 orang dalam pengurusan dokumen/perizinan dalam berbagai bentuk, maka bisa jadi akan bertambah 2 kali lipat jumlah orang dalam per harinya jika penduduk di Batam semakin bertambah.
            Namun semua itu seharusnya menjadi perhatian bagi Pemerintah Kota Batam, khususnya Walikota, bahwa yang dibutuhkan Batam saat ini bukan pemekaran wilayah. Sampai detik ini, dengan 12 Kecamatan saja secara keseluruhan ternyata birokrasi pemerintah masih bisa memberikan pelayanan masyarakat dengan baik. Seharusnya yang menjadi perhatian Pemerintah Kota adalah pelayanan yang diberikan dalam dunia pendidikan. Sebagai contoh masih banyak siswa yang tinggal di pulau-pulau yang berada diluar daratan Batam yang harus berangkat ke sekolah harus dengan melepas sepatunya, kemudian setelah menyebrang dari pulau tempat dia tinggal dan sampai di daratan, baru mereka memakai sepatunya karena takut basah atau kotor, serta tak jarang dari mereka menggunakan sepatunya di depan sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah kota masih belum fokus terhadap apa yang menjadi prioritas dalam pemngembangan Batam kedepannya. Untuk akses menuju sekolah saja, para pelajar harus berjuang ekstra agar bisa sampai disekolah. Yang lebih memprihatinkan lagi adalah sarana angkutan umum untuk para pelajar, di wilayah Barelang dan Punggur misalnya, masih banyak siswa yang harus berjalan kaki untuk menuju ke sekolah, tidak jarang mereka mencari tumpangan mobil pribadi untuk bisa sampai disekolah karena minimnya angkutan umum. Hal itu tidak akan terjadi apabila di daerah Barelang dan Punggur diberi fasilitas angkutan yang khusus untuk pelajar dan tanpa memungut biaya (gratis).
             Saat ini seharusnya Pemerintah Kota Batam sudah mulai memetakan mana yang menjadi prioritas dalam pembangunan untuk Batam kedepannya. Batam mau menjadi Kota Pariwisata, atau Batam mau menjadi Kota Pendidikan, maupun Batam mau menjadi Kota Industri, dan atau Batam mau menjadi Kota Budaya Melayu, sehingga Batam akan memiliki kekhasan atau nilai lebih seperti daerah-daerah lain di Indonesia, misalnya Malang Kota Apel, Jogja Kota Gudeg, Pekalongan Kota Batik, dan sebagainya.

*Batam,Senin, 19 Desember 2011                    


[1] Dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Riau Kepulauan (UNRIKA) Batam

Haruskah Seperti Ini


SINYAL ‘WARNING’ DARI YUSRIL
UNTUK PEMERINTAHAN SBY

Oleh :
Yustinus Farid S, S.IP, MPA
(Dosen Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Riau Kepulauan)

           
Yusril Ihza Mahaendra memang dikenal oleh masyarakat pada umumnya sebagai politikus Partai Bulan Bintang. Ini tak lain dia adalah seorang pendiri partai yang berlambang bulan sabit dan bintang diatasnya. Namun, tak banyak masyarakat mengenal dia sebagai pakar hukum tata Negara. Yusril memang telah banyak makan asam garam di bidang hukum dan birokrasi Indonesia, karena dia aktif sebagai pejabat Negara dibawah kepemimpinan lima presiden yaitu Soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, dan Susilo Bambang Yudhoyono jilid I. Itulah Yusril, pria kelahiran Lalang, Manggar, Belitung Timur, 5 Februari 1956 ini pernah menjabat Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (26 Agustus 2000 - 7 Februari 2001), Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Kabinet Gotong Royong (Agustus 2001 - 2004). Terakhir, dia menjadi Menteri Sekretaris Negara Kabinet Indonesia Bersatu (20 Oktober 2004 - 2007).
            Sekarang ketokohan dia walau bukan sebagai pejabat Negara, tapi mampu membuat mata masyarakat Indonesia tercengang dengan berbagai kemenangannya ‘melawan’ pemerintah dalam berbagai kasus. Yusril berhasil mengalahkan SBY dalam kasus Jaksa Agung Ilegal Hendarman Supandji dan pelantikan Plt Gubernur Bengkulu Ilegal menggantikan Agusrin Nadjamuddin. Dan sekarang dia berhasil ‘memukul’ kembali pemerintah khususnya Presiden SBY terkait penghentian kasus proyek Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) yang tak lain dia sebagai tersangka.
            Pada kemenangan pertama, dia menggugat keabsahan Hendarman Supandji sebagai jaksa agung pada pertengahan 2010. Ia merujuk pada Pasal 19 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Agung Republik Indonesia, yang menyatakan Jaksa Agung adalah pejabat negara diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Pada pengumuman Kabinet Indonesia Bersatu II 21 Oktober 2009, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memutuskan Jaksa Agung tetap Hendarman. Presiden belum melakukan pergantian. Menurut Yusril, jabatan Hendarman berakhir ketika Kabinet Indonesia Bersatu resmi dibubarkan atau periode 2004-2009. Sebab, jaksa agung bagian dari kabinet yang usia jabatannya sama dengan usia jabatan Presiden yang memilihnya, yaitu lima tahun.(sumber:inilah.com) Pada 22 September 2010, Mahkamah Konstitusi memutuskan Hendarman tidak lagi menjadi Jaksa Agung yang sah, sejak pukul 14.35 WIB. Pada tanggal 24 September 2010, Presiden mengakhiri perdebatan dengan mengeluarkan keputusan presiden yang memberhentikan Hendarman.
Pada kasus kedua, Yusril Ihza Mahendra berhasil memaksa Presiden SBY dan Mendagri menunda pencopotan gubernur Bengkulu. Bahkan untuk kasus ini, Presiden SBY legowo dan siap melaksanakan putusan pengadilan serta mengundang khusus Yusril ke kediamannya di Cikeas untuk menerima masukan dari Yusril Ihza Mahendra.
Kemenangan Yusril yang terbaru adalah kasus siminbakum. Dalam kemenangan ini merupakan sinyal bahaya bagi pemerintahan SBY, khususnya dengan keteledoran dalam mengeluarkan kebijakan. Dengan kejadian ini, menunjukkan bahwa kebijakan yang dikeluarkan pemerintah “kurang” memiliki kekuatan hukum dan terkesan dipaksakan. Dan Yusril-lah yang telah membuka mata masyarakat.
Dalam waktu dekat, Yusril akan melakukan gugatan kembali dengan mewakili LSM Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat) atas grasi terhadap terpidana narkoba asal Australia ke PTUN. Selain itu Yusril juga sudah melakukan gugatan terhadap pemerintah yaitu mengenai posisi wakil menteri dan kebijakan kenaikan bahan bakar minyak (BBM), dan sudah banyak pakar dan ahli yang dihadirkan untuk kedua kasus ini.
Dinamika pemerintahan saat ini sangat menarik dan mengalami babak baru, dimana pemerintah telah dibuat ‘malu’ oleh warganya, terkhusus Presiden SBY sebagai pemimpin telah dipermalukan oleh mantan bawahannya sendiri. Kemenangan demi kemenangan Yusril dalam menggugat pemerintah membuat semakin menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan SBY. Dan bisa juga akan muncul ‘yusril-yusril’ yang lain untuk melakukan gugatan kepada pemerintah. Atau bahkan menimbulkkan ketidakpercayaan yang besar terhadap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dan masyarakat tidak mau melaksanakan kebijakan yang dikeluarkan. Karena yang tertanam saat ini di masyarakat adalah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah hanya asal-asalan dan dipaksakan untuk ada, padahal kekuatan hukumnya masih kurang.
Bisa dibayangkan jika masyarakat sudah tidak percaya lagi kepada Pemerintahnya sendiri, maka kejadian tahun 1966 atau 1998 akan terulang kembali. Untuk itu pemerintah diharapkan mengambil sikap untuk membuat masyarakat percaya kembali pada pemerintah dan melakukan evaluasi ketika sebelum mengeluarkan kebijakan harus dilakukan pembahasan yang mendalam, teliti dan saksama. Dengan kasus ini memang ada dua hal yang bisa diperoleh, pertama menunjukkan kepada kita semua bahwa hukum tidak selalu memihak pemerintah atau pihak yang kuat dan berkuasa, kedua, merupakan sinyal bahaya bagi pemerintahan SBY terkait dengan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, jika tidak segera diambil langkah evaluasi maka pemerintahan SBY tidak sampai 2014.

*Batam, 2 Juni 2012, 11.30 wib.