GOODBYE SEA GAMES, JANGAN MENJADI GOODBYE INDONESIA
Oleh :
Yustinus Farid S, S.IP, MPA[1]
Perhelatan event olahraga 2 tahunan negara-negara ASEAN yang ke-26 di Jakarta-Palembang, Indonesia, sudah resmi di tutup kemarin malam (Selasa, 22 November 2011) di Palembang. Sebuah prestasi yang menggembirakan bagi bangsa Indonesia, dimana ”Garuda-garuda Muda” mampu memperoleh emas sebanyak 182 buah. Pencapaian yang diluar target, dimana Indonesia hanya menargetkan 150 emas dalam Sea Games 2011 ini. Indonesia keluar sebagai juara umum di perhelatan negara-negara ASEAN tersebut, disusul Thailand dan Vietnam di urutan ke-2 dan ke-3.
Seluruh rakyat Indonesia pasti bangga dengan perolehan medali yang telah diperebutkan 11 negara tersebut. Namun, kita jangan lupa bahwa selain sebagai tuan rumah pesta olahraga negara-negara ASEAN, Indonesia juga tuan KTT ke-19 ASEAN yang berlangsung di Bali pada tanggal 17-19 November 2011. Dalam KTT tersebut telah menghasilkan beberapa kesepakatan oleh negara-negara Asia Tenggara, kesepakatan tersebut dinamakan Bali Concord III yang ditanda tangani oleh 10 kepala negara, yaitu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (Indonesia), PM Hun Sen (Kamboja), Sultan Hasanal Bolkiah (Brunei Darussalam), PM Thongsing Thamavong (Laos), Presiden Thein Sein (Myanmar), PM Dato Sri Mohd Najib bin Tun Abdul Razak (Malaysia), Presiden Benigno Aquino III (Filipina), PM Lee Hsien Loong (Singapura), PM Yingluck Shinawatra (Thailand), dan PM Nguyen Tan Dun (Vietnam).
Bali Concord III ini berisikan 3 pilar utama ASEAN, yaitu pilar politik keamanan, ekonomi, dan sosial budaya. Pilar politik keamanan terkait dengan penyelesaian konflik, pemberantasan kejahatan transnasional, pelucutan nuklir dan pemberantasan korupsi. Pilar ekonomi terkait dengan partisipasi ASEAN dalam perekonomian global, penguatan kapasitas ekonomi ASEAN, adopsi standar produksi dan distribusi komoditas ekonomi, perbaikan akses dan penerapan teknologi, peningkatan ivestasi agrikultur, dan diverifikasi energi. Sedangkan pilar sosial budaya terkait dengan penanggulangan dan penanganan bencana alam, masalah perubahan iklim, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan.
Selain mendeklarasikan Bali Concord III tersebut, dalam KTT ASEAN ke-19 tersebut juga melakukan perjanjian antara ASEAN-China yang merupakan hasil dari forum sepuluh kepala negara ASEAN dengan tiga kepala negara/pemerintahan dari Jepang, Korsel. Kesepakatan ASEAN-China yaitu antara negara-negara ASEAN dan China sepakat diberlakukannya FTZ (free trade zone) atau zona perdagangan bebas. Inilah yang menjadi kekhawatiran kita sebagai warga negara Indonesia. Kesepakatan tentang FTZ ini kalau dilihat dari perekonomian makro bagus, tapi kalau dalam perekenomian mikro akan sangat berdampak buruk terhadap masyarakat.
Dengan diberlakukan FTZ ini akan berpengaruh pada sektor home industri atau perindustrian rumahan. Barang-barang dari China akan semakin bebas beredar di kalangan masyarakat, baik di toko-toko, pasar-pasar, maupun mall-mall. Padahal saat ini telah kita ketahui bersama, bahwa barang-barang buatan China memang lebih murah/terjangkau harganya, namun kualitasnya masih jauh berbeda dengan produk dari Jepang maupun dari negara-negara Eropa ataupun produk dalam negeri sekalipun. Kita ambil contoh untuk produk sepeda saja, sepeda buatan China dengan berbagai merk tersebut, harganya lebih murah daripada sepeda buatan Indonesia (merk United). Padahal kalau dilihat kualitasnya jauh lebih baik dibanding produk China, namun masyarakat umum lebih memilih sepeda dengan merk-merk China karena jauh lebih ekonomis dan modelnya tidak jauh beda. Itu baru contoh kecil, belum lagi barang-barang lain seperti sepeda motor, mainan anak-anak, jam tangan, elektronik, dan lainnya. Namun dengan adanya ASEAN-China mengenai FTZ maka akan membuka lahan/lapangan kerja baru, karena perusahaan China akan dengan bebas inventasi di ASEAN, begitu juga di Indonesia yang bisa menekan angka pengangguran.
Untuk itu Indonesia harus lebih siap dalam menghadapi tuntutan global tersebut, pemerintah juga harus terlibat aktif dalam mempersiapkan masyarakat terutama para pelaku usaha yang harus berusaha keras bersaing dengan serbuan barang-barang China di pasaran. Kalau ini tidak dipersiapkan mulai dari sekarang, maka masyarakat Indonesia, khususnya pelaku usaha (home industri) akan terpuruk di negeri sendiri. Semua itu memang tidak bisa kita hindari, karena itu merupakan tuntutan global/internasional.
Era Globalisasi Yang Menakutkan
Sejak berakhirnya perang dingin, dunia dilanda oleh suatu arus perubahan yang bersifat global (mendunia). Pada mulanya wujud perubahan global terlihat dalam perkembangan sistem informasi dan transportasi, yang mempersingkat jarak didalam hubungan antara negara atau wilayah, baik dalam arti ruang maupun waktu. Tentu saja kemajuan-kemajuan Iptek telah tercapai berkat adanya kemampuan ekonomi untuk mendukungnya adanya keterkaitan antara kedua faktor ini menimbulkan peruhahan-perubahan yang luar biasa didalam masyarakat.
Perkembangan yang demikian pesat ini, dan perubahan-peruhahan yang ditimbulkannya, bersifat global atau mendunia. Hal ini karena perkembangan dalam bidang informasi dan transportasi mempunyai dampak terhadap masyarakat internasional dalam dua hal : Pertama, kepesatan perkembangan informasi dan transportasi telah berhasil menerobos batas-batas wilayah negara. Artinya, batas-batas wilayah negara yang semula merupakan pedoman penting didalam perkembangan masyarakat kini menjadi kurang atau bahkan tidak relevan lagi. Dan kecenderungan ini menimbulkan peruhahan-perubahan didalam sikap serta perilaku sesuatu masyarakat atau bangsa terhadap perkembangan di luar dirinya. Setidak-tidaknya perubahan yang demikian terjadi karena masyarakat tersebut tidak mampu membendung arus pengaruh yang dibawa oleh struktur-struktur transportasi dan informasi yang berada di luarnya. Kedua, dalam banyak hal penerobosan-penerobosan yang terjadi itu telah menyebabkan gagalnya masyarakat menegakkan kedaulatan negaranya. (Nazaruddin Sjamsuddin dalam Indonesia Dan Perubahan Global)
Pada masa sebelum berlangsungnya "revolusi" dalam bidang informasi dan transportasi ini orang percaya bahwa kedaulatan negara merupakan suatu bentuk kekuasaan yang tertinggi dalam suatu ruang atau wilayah yang dikenal sebagai negara. Dan fakta bahwa sesuatu wilayah itu berdaulat diakui oleh negara-negara lain, sekalipun antara mereka tidak memiliki hubungan diplomatik atau sedang bermusuhan satu sama lain. Namun dengan adanya perubahan yang begitu cepat dalam bidang informasi dan transportasi itu kedaulatan negara menjadi kurang atau bahkan tidak relevan lagi, sekurang-kurangnya dalam bidang-bidang tertentu. Hal ini tidak lain karena negara menjadi kurang berdaya untuk menepis penerobosan informasi dan transportasi yang dilakukan oleh masyarakat di luar perbatasannya.
Globalisasi pun telah merambah masuk dalam kehidupan bangsa Indonesia di segala sektor, yang akan berdampak terhadap budaya berpikir masyarakat Indonesia. Sekarang masyarakat Indonesia cenderung mengarah pada budaya-budaya barat yang notabane berbeda dengan budaya Indonesia yang masih memiliki sopan santun, ramah, beradab yang menunjukkan sebagai Negara orang timur.
Era globalisasi memang tidak bisa di justifikasikan selalu membawa dampak yang negatif bagi kita, namun eksistensi dari globalisasi tersebut lebih dominan kearah negatif, banyak contoh kasus yang dapat kita temukan, yaitu : maraknya seks bebas dikalangan remaja , yang saat ini dianggap bukan hal yang tabu lagi, perkembangan pornografi yang dengan kemajuan teknologi yang canggih banyak dikonsumsi oleh anak dibawah umur dengan bebas dan mudah mendapatkannya, tingkat peggunaan obat-obat terlarang yang sangat memprihatinkan dan bahkan negara Indonesia dijadikan objek pasar dari penjualan obat terlarang internasional.
Pengaruh Globalisasi terhadap Identitas Indonesia
Globalisasi memang tidak bisa dihindari, memang perdebatan mengenai pengaruh baik buruknya globalisasi sebenarnya menjadi perdebatan yang klasik. Namun sekarang bagaimana globalisasi mampu mempengaruhi identitas bangsa Indonesia ditengah ancaman pengaruh asing dan masuk dalam arena global.
Globalisasi mempunyai pengaruh positif dan negatif terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengaruh globalisasi yang positif itu dapat dilihat pada aspek politik, ekonomi, sosial budaya, dan pendidikan. Dimana pada aspek politik, tata pemerintahan kita akan tercipta pemerintahan yang akuntabel, transparan, dan dinamis. Dalam aspek ekonomi, dengan bebasnya perusahaan luar (Barat/China) berinvestasi di Indonesia menyebabkan terbukanya lapangan kerja yang harapannya mampu mengurangi angka penganguran. Di bidang sosial budaya akan menjadikan masyarakat kita lebih disiplin, etos kerja yang tinggi, seprti yang telah menjadi budaya barat. Sedangkan dalam aspek pendidikan inilah yang merasakan dampak positif yang banyak, karena pengetahuan dan ilmu yang diperoleh tidak dari lingkungan sekolah, kampus, atau yang lainnya, tapi melalui kemajuan iptek seperti internet dan siaran discovery televisi akan menambah ilmu dan pengetahuan kita.
Selain dampak positif, globalisasi juga mempunyai dampak negatif terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Dampak negatif tersebut, antara lain : globalisasi yang berlandaskan asas liberal akan membuat sedikit pergeseran ideologi dari Pancasila menuju Liberalisme, rasa bangga terhadap produk-produk dalam negeri akan berkurang karena masyarakat lebih senang membeli produk asing yang lebih berkualitas dan lebih higienis seperti Coca-cola, Mc Donalds, Pizza Huts, dan sebagainya. Timbulnya sikap individualisme dari masyarakat sehingga prinsip gotong-royong luntur, dan terjadi kesenjangan antara si kaya dan si miskin dengan dilihat materi yang dimiliki seperti handphone, laptop, mobil dan lain sebagainya.
Globalisasi memang menjadi ”hantu” yang menakutkan bagi perusahaan-perusahaan dalam negeri, karena dengan globalisasi telah dibuka kran-kran pasar bebas sehingga perusahaan-perusahaan luar bisa berinvestasi di negara kita. Globalisasi dan pengaruh asing sudah menjadi kekuatan alamiah yang mempengaruhi semua masyarakat di muka bumi, sesuatu yang tidak mungkin dihindari. Pilihan yang tersedia hanyalah menghadapinya dengan cermat. Pengaruh asing dapat diibaratkan sebagai kuman yang menakutkan, namun selama bangsa kita memiliki sistem kekebalan tubuh yang cukup kuat, kuman tersebut tidak akan menjadi kekuatan yang mengancam bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Jangan sampai Godbye SEA GAMES juga berakibat pada Godbye Indonesia.
* (Batam, 23 November 2011)
[1] Anggota Pengurus MIPI (Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia) Propinsi Kepulauan Riau dan Dosen Ilmu Pemerintahan - Universitas Riau Kepulauan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar